Ditinjau dari kejadian kasus tersebut, bagaimana perlindungan hukum bagi paduan atas kelalaian yang dilakukan oleh apoteker tersebut?
Kemudian, bagaimana upaya hukum yang harus ditempuh oleh pasien sebagai konsumen ketika terjadi kerugian atau merasa dirugikan atas kelalaian tersebut?
Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
Dalam hal ini yang bertindak sebagai pelaku usaha adalah apoteker dan bertindak sebagai konsumen adalah pasien yang memakai jasa layanan kesehatan. Apoteker selaku pelaku usaha dilarang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang telah dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika Apoteker selaku pelaku usaha melanggar kewajiban standar ini, maka ia dapat dipidana maupun diberikan sanksi etik.
Pasien yang dirugikan dapat melaporkan apoteker yang bersangkutan kepada pihak berwajib untuk diproses secara pidana atau melakukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yakni badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
Definisi Apoteker berdasarkan Perundang-undangan
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (“PP 51/2009”) menjelaskan definisi atau pengertian Apoteker bahwa sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.Adapun pengertian apotek adalah salah satu sarana atau Fasilitas Pelayanan Kefarmasian yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian di antara fasilitas–fasilitas lainnya, seperti instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.
Standar Pelayanan Kefarmasian Terkait Pemberian Obat oleh Apoteker
Mengenai standarisasi pelayanan kefarmasian yang dipersyaratkan ini sebagai indikator atau tolak ukur untuk menilai kelalaian apoteker dalam memberikan obat. Secara umum, standar-standar pelayanan Kefarmasian itu antara lain adalah:- Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan.
- Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug related problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (sociopharmacoeconomy).
Mengenai pemberian obat secara khusus, standar pelayanan kefarmasian atau yang khususnya dikenal sebagai Pelayanan farmasi klinik yang wajib dipatuhi apoteker adalah:
- pengkajian Resep, meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis
- Dispensing, terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat
- Pelayanan Informasi Obat (PIO);
- konseling;
- Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
- Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
- Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Upaya Hukum Jika Pasien Dirugikan atas Kelalaian Apoteker
Bagi pasien yang telah dirugikan atas kelalaian apoteker yang bersangkutan, Anda dapat melaporkan apoteker yang bersangkutan kepada pihak berwajib untuk diproses secara pidana atau melakukan gugatan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), yakni badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.Adapun mengenai tugas dan wewenang BPSK ini adalah:
- melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara konsiliasi, mediasi atau arbitrase;
- menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
Sekian informasi yang kami sampaikan terkait Perlindungan Konsumen (Pasien) Terhadap Apoteker Dalam Memberikan Obat. Semoga bermanfaat bagi semuanya.
0 Response to "Perlindungan Konsumen (Pasien) Terhadap Kelalaian Apoteker Dalam Memberikan Obat"
Posting Komentar