Sanksi/Hukuman Bagi Saksi Atas Keterangan Palsu Yang Diberikan di Persidangan

Sanksi/Hukuman Bagi Saksi Atas Keterangan Palsu Yang Diberikan di Persidangan - Ada kasus seperti ini: "Ketika para saksi yang dibawa oleh penuntut umum memberikan keterangan palsu dalam persidangan, apakah para saksi tersebut dapat dikenakan hukuman dan/atau sanksi pidana? Apa saja pengaturan yang mendasari terkait kasus ini?

Sanksi/Hukuman Bagi Saksi Atas Keterangan Palsu Yang Diberikan di Persidangan

Saksi yang memberikan keterangan palsu dalam persidangan dapat diancam hukuman dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh tahun) menurut KUHP.

Sedangkan, dalam tindak pidana korupsi, saksi yang sengaja memberi keterangan tidak benar dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Ancaman Pidana Bagi Saksi yang Memberikan Keterangan Palsu


Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

Memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi di persidangan dapat diancam dengan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 242 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang memberi keterangan di atas sumpah atau yang biasa disebut delik Sumpah Palsu/Keterangan Palsu.

R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 183) menjelaskan bahwa supaya dapat dihukum unsur-unsur ini harus dipenuhi:

  1. Keterangan itu harus di atas sumpah.
  2. Keterangan itu harus diwajibkan menurut undang-undang atau menurut peraturan yang menentukan akibat hukum pada keterangan itu.
  3. Keterangan itu harus palsu (tidak benar) dan kepalsuan ini diketahui oleh pemberi keterangan.

Susilo juga menambahkan bahwa supaya dapat dihukum pembuat harus mengetahui bahwa ia memberikan suatu keterangan dengan sadar bertentangan dengan kenyataan dan bahwa ia memberikan keterangan palsu ini di atas sumpah.

Jika pembuat menyangka bahwa keterangannya itu sesuai dengan kebenaran, akan tetapi akhirnya keterangan ini tidak benar, dengan lain perkataan, jika ternyata ia tidak mengenal sesungguhnya mana yang benar, maka ia tidak dapat dihukum.

Menyembunyikan kebenaran itu belum berarti suatu keterangan palsu. Suatu keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain dari pada keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki (disengaja).

Sebelum saksi tersebut dituntut melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu, hakim memperingatkan saksi terlebih dahulu.

Pasal 174 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) menyatakan bahwa apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.

Kemudian, apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.

Persoalan Keterangan Palsu Juga Dikenal dalam UU Tindak Pidana Korupsi

Sekedar tambahan informasi, bahwa persoalan saksi memberi keterangan palsu di persidangan juga dikenal dalam perkara korupsi, seperti diatur Pasal 22 jo. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (“UU 20/2001”).

Ancaman sanksi pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Demikian informasi kami sampaikan terkait Sanksi/Hukuman Bagi Saksi Atas Keterangan Palsu Yang Diberikan di Persidangan. Semoga bermanfaat bagi semuanya.

Related Posts:

Sejarah Hukum Pasar Modal di Indonesia

Sejarah hukum Pasar Modal di Indonesia memang tak lepas dari sejarah pasar modal secara universal. Nah, dari keseluruhan proses perkembangan pasar modal, maka dengan menggunakan faset yuridis sebagai acuan, sejarah perkembangan pasar modal di Indonesia ini dapat kita kategorikan ke dalam 6 tahapan sebagai berikut:
  1. Era Permulaan (1867 - 1912)
  2. Era Institusionalisasi Konvensional (1912 - 1952)
  3. Era Kebangkitan Kembali (1952 - 1976)
  4. Era Institusionalisasi Modern (1976 - 1988)
  5. Era Sosialisasi (1988 - 1996)
  6. Era Kepastian Hukum (1996 - sekarang).

Agar lebih jelasnya mengenai sejarah dan perkembangan di masing-masing era tersebut, berikut ini akan ditinjau masing-masing era yang bersangkutan.


1) Era Permulaan (1867 - 1912)

Sebelum tahun 1878, belum ada tanda-tanda dan catatan-catatan tentang telah adanya kegiatan-kegiatan di bidang bisnis pasar modal di Indonesia ini.

Dengan terbentuknya perusahaan Dunlop & Koff pada tahun 1878 (kemudian menjadi PT Perdanas), yakni yang merupakan perusahaan yang mempunyai kegiatan sebagai pedagang perantara di bidang perekonomian komoditi dan sekuritas, maka hal ini merupakan tonggak sejarah mengenai lahirnya kegiatan di bidang pasar modal sekaligus merupakan era permulaan dari sejarah hukum mengenai pasar modal itu.

2) Era Institusionalisasi Konvensional (1912 - 1952)

Pada era ini ditandai dengan pembentukan institusi terpenting di bidang pasar modal, yaitu dengan terbentuknya Bursa Efek di Indonesia. Dengan membentuk Bursa Efek ini, pemerintah Hindia Belanda mengambil contoh dari Bursa Efek yang ada di negeri Belanda waktu itu.

Tujuan pembentukan Bursa Efek di Indonesia waktu itu adalah untuk mendorong perekonomian dan menjaring dana-dana yang ada terutama untuk pembangunan di bidang perkebunan yang pada waktu itu memang sedang dilakukan secara besar-besaran.

Maka pada tanggal 14 Desember 1912, dibentuk dan mulai beroperasilah Bursa Efek Pertama di Indonesia, yaitu Bursa Efek Batavia yang beranggotakan 13 makelar sebagai anggota bursa, yaitu sebagai berikut:
  1. Firma Dunlop & Kolf
  2. Firma Gijselman & Steup
  3. Firma Monod & Co
  4. Firma Andree Witansi & Co
  5. Firma A.W. Deeleman
  6. Firma H. Jul Joostensz
  7. Firma Jeanette Walen
  8. Firma Wiekert & Geerlings
  9. Firma Welbrink & Co
  10. Firma Wieckert & Co
  11. Firma Vermeys & Co
  12. Firma Cruyff & co
  13. Firma Gebroeders Dull.

Pada waktu itu, sekuritas yang diperjualbelikan adalah:
  • Saham yang diterbitkan oleh perusahaan perkebunan Belanda.
  • Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan perkebunan Belanda.
  • Obligasi Pemerintah Hindia Belanda (Oleh Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kotapraja).
  • Sertifikat saham dan efek-efek perusahaan di negeri Belanda.

Setelah berdirinya Bursa Efek Batavia (Jakarta), maka di Era Institusionalisasi Konvensional ini pula terbentuklah Bursa Efek Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925, dan diikuti dengan terbentuknya Bursa Efek Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925.

Akan tetapi, perdagangan efek di Era Institusionalisasi Konvensional tersebut tidak bisa bertahan lama dengan baik berhubung munculnya masa Resesi Dunia di tahun 1929, yang diikuti dengan Perang Dunia I dan II sampai dengan masuknya Jepang dan dimulainya pergerakan kemerdekaan. Bahkan, Bursa Efek Jakarta resmi ditutup pada tanggal 10 Mei 1940, sedangkan Bursa Efek Surabaya dan Semarang sudah lebih dahulu ditutup.

3) Era Kebangkitan Kembali (1952 - 1976)

Setelah penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia, perdagangan sekuritas mulai giat kembali dilakukan tetapi berlangsung secara tidak terkontrol dan tanpa suatu Bursa Efek sama sekali. Menyadari akan perlunya suatu bursa efek yang tertib, dan juga karena pemerintah Republik Indonesia telah mulai menerbitkan obligasi, di mana obligasi pemerintah RI pertama diterbitkan pada tahun 1950.

Maka pemerintah RI mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 13 Tahun 1951 pada tanggal 1 September 1952, yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952, yang mengatur tentang Bursa Efek.

Selanjutnya, pada tanggal 3 Juni 1952 Bursa Efek Jakarta pun dibuka kembali. Pelaksanaan bursa kala itu dilakukan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE) yang beranggotakan beberapa bank negara dan para pialang efek.

Pada waktu itu, objek yang diperdagangkan adalah Obligasi Pemerintah RI, seperti obligasi RI tahun 1950, Obligasi Pemerintah Hindia Belanda, dan Obligasi dan Efek dari perusahaan yang umumnya merupakan perusahaan Belanda.

Tetapi kemudian dengan adanya nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dengan keluarnya Undang-undang Nomor 86 Tahun 1956, sengketa Irian Barat dengan Belanda, dan pembangunan ekonomi nasional yang tidak mendukung, maka perkembangan Bursa Efek pada era ini juga masih hidup segan mati tak mau sehingga tidak mencapai hasil seperti yang diharapkan.

Related Posts:

Perlindungan Konsumen (Pasien) Terhadap Kelalaian Apoteker Dalam Memberikan Obat

Ketika terdapat kasus terkait perlindungan konsumen yang dalam hal ini "Pasien", di mana terdapat kelalaian yang dilakukan oleh Apoteker dalam memberikan obat kepada pasien.

Ditinjau dari kejadian kasus tersebut, bagaimana perlindungan hukum bagi paduan atas kelalaian yang dilakukan oleh apoteker tersebut?

Kemudian, bagaimana upaya hukum yang harus ditempuh oleh pasien sebagai konsumen ketika terjadi kerugian atau merasa dirugikan atas kelalaian tersebut?

Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.

Perlindungan Konsumen (Pasien) Terhadap Apoteker Dalam Memberikan Obat

Dalam hal ini yang bertindak sebagai pelaku usaha adalah apoteker dan bertindak sebagai konsumen adalah pasien yang memakai jasa layanan kesehatan. Apoteker selaku pelaku usaha dilarang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang telah dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika Apoteker selaku pelaku usaha melanggar kewajiban standar ini, maka ia dapat dipidana maupun diberikan sanksi etik.

Pasien yang dirugikan dapat melaporkan apoteker yang bersangkutan kepada pihak berwajib untuk diproses secara pidana atau melakukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, yakni badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

Definisi Apoteker berdasarkan Perundang-undangan

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (“PP 51/2009”) menjelaskan definisi atau pengertian Apoteker bahwa sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

Adapun pengertian apotek adalah salah satu sarana atau Fasilitas Pelayanan Kefarmasian yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian di antara fasilitas–fasilitas lainnya, seperti instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.

Standar Pelayanan Kefarmasian Terkait Pemberian Obat oleh Apoteker

Mengenai standarisasi pelayanan kefarmasian yang dipersyaratkan ini sebagai indikator atau tolak ukur untuk menilai kelalaian apoteker dalam memberikan obat. Secara umum, standar-standar pelayanan Kefarmasian itu antara lain adalah:

  1. Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan.
  2. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug related problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (sociopharmacoeconomy).

Mengenai pemberian obat secara khusus, standar pelayanan kefarmasian atau yang khususnya dikenal sebagai Pelayanan farmasi klinik yang wajib dipatuhi apoteker adalah:

  1. pengkajian Resep, meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis
  2. Dispensing, terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat
  3. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
  4. konseling;
  5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
  6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
  7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Upaya Hukum Jika Pasien Dirugikan atas Kelalaian Apoteker

Bagi pasien yang telah dirugikan atas kelalaian apoteker yang bersangkutan, Anda dapat melaporkan apoteker yang bersangkutan kepada pihak berwajib untuk diproses secara pidana atau melakukan gugatan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), yakni badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

Adapun mengenai tugas dan wewenang BPSK ini adalah:
  1. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara konsiliasi, mediasi atau arbitrase;
  2. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

Sekian informasi yang kami sampaikan terkait Perlindungan Konsumen (Pasien) Terhadap Apoteker Dalam Memberikan Obat. Semoga bermanfaat bagi semuanya.

Related Posts:

Sejarah Hukum Pasar Modal Secara Universal

Pengaturan tentang pasar modal sudah lama ada di dunia ini. Sebab, sejak pasar modal mulai tumbuh, para pedagang di pasar modal sudah memerlukan suatu aturan main agar dapat menjadi tertib, adil dan sebagainya.

Misalnya di Inggris, sebuah peraturan dari Raja Edward I pada tahun 1285 Masehi telah memberikan otoritas kepada The Court of Aldermen untuk mengeluarkan izin-izin kepada para pialang saham di kota London. Tercatat pula bahwa sudah banyak terdapat tuntutan hukum terhadap para pialang yang tidak memiliki izin sebelum tahun 1300 Masehi.

Di abad ke-17, di Inggris juga sudah ada undang-undang yang membatasi dan mengatur mengenai praktek-praktek yang tidak benar dari para broker dan Stock Jobbers, misalnya melarang memanipulasi harga di pasar.

Sejak pemberlakuan hukuman bagi unlicensed trading, mewajibkan suatu recording bagi setiap transaksi saham dan melarang penaikan komisi dalam jual beli saham yang melebihi 1,5%.

Kemudian di awal adab ke-18 di Eropa, khususnya di Inggris dan Prancis sedang dilanda Bubble Mania yang merupakan suatu keadaan atau kondisi di mana perusahaan dengan sengaja dibesar-besarkan, misalnya seperti tercermin dalam prospektusnya yang melebihi dari kenyataan yang sebenarnya. Akibatnya, harga saham bisa naik tinggi dengan cepat, namun kemudian biasanya anjlok lagi secara mendadak.

Kisah Bubble Mania di Inggris dan Prancis ini biasanya dihubungkan dengan naik turunnya harga saham Missisippi Company dan South Sea Company, yang diberikan hak monopoli oleh Inggris untuk melakukan trading dengan Amerika Selatan dan Pacific Island, yang waktu itu sedang terjadi kenaikan secara mendadak dari harga saham perusahaan-perusahaan tersebut hingga 4 sampai 5 kali lipat, tetapi kemudian mendadak turun pula.

Hal itu pula kemudian diundangkan pula suatu undang-undang yang terkenal dengan Bubble Act pada tahun 1825. Dan tidak lama kemudian, suatu Undang-undang Perseroan Inggris terbentuk dengan nama The Company Act di tahun 1844 yang di antara lain merupakan yang pertama sekali memperkenalkan persyaratan prospektus dalam bentuk modern.

Undang-undang Perseroan Inggris ini memperkenalkan pula prinsip-prinsip seperti keharusan disclosure melalui registrasi terhadap suatu prospektus. Kemudian Undang-undang Perseroan Tahun 1844 tersebut diperbaiki dengan The Companies Act di tahun 1867.

Selanjutnya dalam tahun 1890 di Inggris, diundangkan pula Directors Liability Act yang bertujuan untuk mengkodifikasi ketentuan mengenai penipuan (deceit) versi Common Law yang sedang berlaku kala itu.

Kemudian prinsip-prinsip hukum Inggris tentang perusahaan yang dirumuskan dengan baik dalam Undang-undang Perseroan Tahun 1990 yang telah beberapa kali diamendir.

Dalam tahun 1939 diundangkan pula The Prevention of Fraud (Investment) Act, yang mengatur aspek-aspek pasar modal, undang-undang mana kemudian diganti dengan Undang-undang Tahun 1958 yang mensyaratkan registrasi terhadap Securities Dealer.

Beralih apa yang terjadi di USA, pengaturan tentang pasar modal dimulai oleh peraturan-peraturan tingkat negara bagian. Yang pertama sekali mempunyai peraturan yang demikian adalah negara bagian Kansas dengan Undang-undang Tahun 1911 yang merupakan pioner terhadap pengaturan tentang Licencing System yang komprehensif, di mana mensyaratkan suatu registrasi terhadap securities dan Securities Salesman.

Pelanggaran terhadap kewajiban registrasi tersebut dianggap sebagai suatu perbuatan kriminal. Dan kemudian sejak saat itu pula mulai populer istilah "Undang-undang Langit Biru" atau Blue Sky Law, suatu istilah yang ditujukan kepada Undang-undang Pasar Modal yang dikeluarkan oleh negara bagian di USA. Tujuan utamanya adalah untuk melindungi pihak investor dari saham-saham di perusahaan yang tidak benar.

Selanjutnya masih di USA, mengikuti perkembangan Undang-undang di negara-negara bagian, maka pada tanggal 2 Juli 1934, Congress federal di USA membentuk suatu badan nasional yang mengurus pasar modal yang sangat disegani, yaitu Securities Exchange Commission (SEC) melalui undang-undang yang dikenal dengan The Securities Exchange Act pada tahun 1934.

Secara keseluruhan, maka Undang-undang Nasional (federal) di USA yang mengatur tentang kegiatan di pasar modal adalah sebagai berikut:

1) Securities Act (Tahun 1933)

Undang-undang ini bertujuan untuk:
  1. Menyuguhkan kepada para investor tentang informasi terkait keadaan finansial dan hal-hal lainnya yang bersifat material mengenai penawaran suatu sekuritas di Public Sale.
  2. Melarang setiap misrepresentasi, penipuan atau setiap perbuatan dan praktek yang tidak layak lainnya dalam praktek penjualan sekuritas, baik yang terkena wajib registrasi atau tidak.

Adapun yang menjadi garis besar dari pengaturan dalam Securities Act 1933 ini adalah sebagai berikut:
  1. Registrasi terhadap sekuritas
  2. Eksemsi dari kewajiban registrasi tersebut, antara lain terhadap:
    • Private Offering terhadap sejumlah orang tertentu yang terbatas, atau terhadap institusi-institusi yang mempunyai akses terhadap informasi dan tidak bermaksud untuk mendistribusikan kembali sekuritas tersebut.
    • Penawaran terbatas terhadap penduduk suatu negara bagian di mana emiten berdomisili.
    • Sekuritas dari pemerintah daerah (Minicipality), negara bagian, instrumental dari pemerintah, atau institusi non profit, bak, carries tetapi tunduk kepada ketentuan "Perdagangan Antar negara Bagian" (Interstate Commerce).
    • Penawaran yang tidak melebihi suatu jumlah tertentu.
    • Penawaran dari suatu Small Business Investment Company.
  3. Prosedur registrasi
  4. Interpretasi dan Rule Making 
  5. Larangan terhadap tindakan-tindakan penipuan (fraud).


2) Securities Exchange Act (Tahun 1934)

Undang-undang Tahun 1934 ini mengatur mengenai berbagai hal berikut:
  1. Corporate Reporting.
  2. Proxy Solicitation, yang berisikan tentang permintaan suatu voting dari pemegang sekuritas, baik untuk pengangkatan direksi atau untuk pengesahan tindakan korporat lainnya. Disyaratkan bahwa dalam suatu Proxy Solicitation haruslah dilakukan disclosure terhadap setiap fakta materil yang berhubungan dengan hal-hal yang kepada pemegang saham dimintakan untuk dilakukan voting, dan mereka harus berusaha untuk melakukan voting "yes or no" dalam setiap persoalan.
  3. Tender Offer Solicitation.
  4. Insider Trading.
  5. Margin Trading terhadap sekuritas.
  6. Market Surveillance (pengawasan pasar).
  7. Registrasi terhadap Exchanges dan terhadap hal-hal lainnya.
  8. Registrasi terhadap Broker - Dealer.
  9. Investigasi dan investment.
  10. Sanksi-sanksi terhadap si pelanggar (civil, criminal dan administrative).
  11. Pencabutan Hak sebagai Broker - Dealer.
  12. Tentang Securities Exchange Commission.
  13. Administrative Interpretation dan Rule making.


3) Public Utility Holding Act (Tahun 1935)

Undang-undang ini bertujuan untuk mengatur masalah holding company terhadap perusahaan yang bergerak di bidang Public Utility seperti gas dan listrik, sehingga dengan pengaturan tersebut jalannya perusahaan tersebut bersama dengan subsidiariesnya yang kala itu cukup banyak jumlahnya menjadi bermanfaat bagi publik.

Undang-undang dalam hal ini mempersyaratkan suatu registrasi terhadap Interstate Holding Company tersebut kepada Commission dan mendaftarkannya (filing) tentang perusahaan yang bersangkutan.


4) Trust Indenture Act (Tahun 1934)

Undang-undang ini mengatur dan melindungi hak dan kepentingan dari pihak pembeli dari suatu utang berupa bonds, debenture, notes dan lain-lainnya yang ditawarkan kepada publik.

Antara lain diatur bahwa Indenture Trustee tidak boleh mempunyai Conflict of Interest, dan Standart of Conduct lainnya dari trustee tersebut.


5) Investment Company Act (Tahun 1940)

Undang-undang ini memiliki tujuan dan mengatur perlindungan terhadap hak dan kepentingan dari investor khususnya dan masyarakat pada umumnya dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perusahaan investasi, yakni perusahaan yang bergerak dalam bidang bisnis seperti investment, reinvestment & trading terhadap sekuritas, dan sekuritas yang diterbitkannya sendiri yang ditawarkan kepada publik.

Antara lain diatur tentang kewajiban bagi suatu Investment Company untuk mendaftarkan ke SEC, disclosure terhadap kondisi finansialnya, dilarang mengubah "nature" dan bisnisnya tanpa persetujuan dari pemegang saham, melarang transaksi dengan orang dalam, mengatur kualifikasi bagi pemimpin perusahaan, dan lain sebagainya.


6) Investment Advisor Act (Tahun 1940)

Undang-undang ini mengatur dan mengawasi tentang tata kerja dan tingkah pola dari para broker dan dealer di pasar modal. Mereka diharuskan untuk melakukan registrasi, dan registrasinya dapat ditolak atau dibatalkan oleh SEC setelah adanya suatu notice dan hearing.

Kepada mereka dilarang dan diancam dengan sanksi pidana dan administrasi jika terbukti melakukan hal-hal seperti filing of false report, fraudulent misconduct, atau perbuatan deceptive atau manipulative lainnya.

Related Posts:

Istilah Arti Pasar Modal & Konsep Pengaturan Hukum Pasar Modal

Istilah pasar modal digunakan sebagai terjemahan dari istilah "Capital Market", yang berarti suatu tempat atau sistem bagaimana cara dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan dana untuk kapital suatu perusahaan. Seperti yang kita ketahui bahwa kata 'pasar' mengandung arti tempat bertemunya antara penjual dan pembeli, maka terkait dengan pasar modal bahwa pasar tempat orang membeli dan menjual surat efek yang baru dikeluarkan.
Jadi seperti di pasar-pasar lainnya, di pasar modal juga berkumpulnya orang-orang untuk melakukan atau membantu melakukan perdagangan secara modern, misalnya dengan melakukan jual beli yang mana objek yang diperdagangkan itu ialah efek yang bersangkutan.

Dengan demikian, pasar modal berarti suatu pasar di mana dana-dana jangka panjang baik utang maupun modal sendiri diperdagangkan. Dana-dana jangka panjang yang merupakan utang biasanya berbentuk obligasi, sedangkan dana jangka panjang yang merupakan modal sendiri biasanya berbentuk saham.

Sementara itu, Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 Pasal 1 angka 13 memberikan pengertian kepada pasar modal sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

Jadi, Undang-undang Pasar Modal dalam memberi arti pada istilah pasar modal yang mana tidak memberikan suatu definisi secara menyeluruh, melainkan lebih menitikberatkan kepada kegiatan dan para pelaku dari seluruh pasar modal.

Sering disebut-sebut juga bahwa pasar modal merupakan tempat memperoleh dana jangka panjang. Hal ini diperbedakan dengan rivalnya yang lain yang disebut "pasar uang" yang dapat diartikan sebagai sumber dana jangka panjang. Selain itu, rivalnya yang lain lagi adalah "pasar komoditi" yang merupakan tempat perdagangan komoditas seperti kopra, karet, kedelai, dan sebagainya.

Inilah tiga serangkai bursa yang menjadi pembedanya, antara lain:
  1. Pasal modal untuk memperdagangkan efek (jangka panjang)
  2. Pasar uang untuk memperdagangkan uang atau dana jangka pendek
  3. Pasar komoditi untuk memperdagangkan barang-barang komoditas

Pasar Modal dapat memainkan peranan penting dalam suatu perkembangan ekonomi di suatu negara. Karena suatu pasar modal dapat berfungsi sebagai: (Fungsi pasar modal)
  1. Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang produktif.
  2. Sumber pembiayaan yang mudah, murah dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional.
  3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan kesempatan kerja.
  4. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi.
  5. Memperkokoh beroperasinya mekanisme finansial market dalam menata sistem moneter, karena pasar modal bisa menjadi sarana "open market operation" sewaktu-waktu diperlukan oleh Bank Sentral.
  6. Menekan tingginya tingkat suku bunga menuju suatu 'rate' yang reasonable.
  7. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal.

Karena kegiatan pasar modal begitu marak dan complicated, maka sangat dibutuhkan suatu perangkat hukum yang mengaturnya agar pasar tersebut menjadi teratur, adil, dan sebagainya. Sehingga kemudian lahirlah apa yang disebut Hukum Pasar Modal itu (Capital Market Law, Securities Law).


Konsep Pengaturan Hukum Pasar Modal

Pada prinsipnya, hukum pasar modal mengatur segala segi yang berkenaan dengan pasar modal. Jadi, ruang lingkupnya relatif luas. Adapun pengaturannya tentang hal ini antara lain:
  1. Pengaturan tentang Perusahaan, misalnya:
    • disclosure requirement (tata cara masuk ke pasar modal).
    • perlindungan pemegang saham minoritas.
  2. Tentang surat berharga pasar modal.
  3. Pengaturan tentang administrasi pelaksanaan pasar modal, yaitu:
    • Tentang perusahaan yang menawarkan surat berharga.
    • Tentang Profesi dalam pasar modal.
    • Tentang perdagangan surat berharga.

Sehingga sebenarnya yang merupakan "target yuridis" dari pengaturan hukum terhadap pasar modal pada pokoknya adalah sebagai berikut:
  1. Keterbukaan informasi
  2. Profesionalisme dan tanggung jawab para pelaku pasar modal
  3. Pasar yang tertib dan modern
  4. Efisiensi
  5. Kewajaran (tidak sewenang-wenang)
  6. Perlindungan investor.

Di Indonesia, hukum pasar modal berkembang sesuai degan perkembangan pasar modal itu sendiri. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa kegemerlapannya pasar modal baru dimulai di Indonesia pada tahun 1988. Maka sejak itu pulalah hukum pasar modal mulai menampakkan taringnya.

Salah satu tujuan dari eksistensi Hukum Pasar Modal adalah agar dapat mengamankan investasi dari pihak pemodal. Investasi itu sendiri baru dianggap aman jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Likuidnya efek
  2. Unsur keamanan terhadap pokok (prinsipal) yang ditanam
  3. Unsur rentabilitas atau stabilitas dalam mendapatkan return of investment.

Puncaknya dan momentum penentu bagi perkembangan pasar modal adalah dengan keluarnya Undang-undang Pasar Modal, yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995, yang terdiri dari 18 bab dan 116 pasal. Kemudian diikuti oleh banyaknya peraturan pelaksanaannya.

Related Posts:

Jenis-jenis Efek Yang Diperdagangkan Di Pasar Modal

Hukum Pasar Modal merupakan sebuah nuansa yuridis yang terkesan canggih. Hal itu pun terkait pula dengan banyaknya jenis surat berharga yang diperdagangkan di bursa-bursa efek di manapun, tidak terkecuali di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Masing-masing surat berharga tersebut mempunyai karakteristik yuridis tersendiri dan diatur oleh peraturan atau ketentuan yang berbeda-beda.


Dalam istilah pasar modal, maka surat berharga tersebut lebih sering disebut sebagai efek. Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 memperinci efek kepada:
  1. Surat Pengakuan Hutang
  2. Surat Berharga Komersial (Commercial Paper)
  3. Saham
  4. Obligasi
  5. Tanda Bukti Utang
  6. Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif
  7. Kontrak Berjangka Atas Efek
  8. Setiap derivatif dari efek seperti bukti right, warran, opsi, dan lainnya.

Dari semua jenis efek di atas, dapat dikategorikan sebagai berikut:

1) Efek Penyertaan

Efek penyertaan adalah efek yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk ikut serta ke dalam equity suatu perusahaan, yakni menjadi pemegang saham dari perusahaan yang bersangkutan. Ke dalam efek penyertaan ini termasuk:
  • saham-saham dengan berbagai jenisnya
  • derivatifnya seperti bukti right, warran, opsi (put atau call).
  • unit pernyataan kontrak investasi kolektif
  • kontrak berjangka atas efek, dan lain-lain.

2) Efek Utang

Maksud dari Efek utang ialah efek di mana penerbitnya (issuer) mengeluarkan/menjual surat utang, dengan kewajiban menebus kembali suatu masa nanti sesuai kesepakatan di antara para pihak. Tentunya utang tersebut disertai dengan bunga, baik yang dihitung secara discount (discount rate) atau pun secara perhitungan bunga biasa (interest bearing).

Akan tetapi, khusus terhadap efek di pasar modal, bunga secara discount lebih sering dipraktekkan, Adapun surat berharga yang termasuk ke dalam efek utang ini adalah:
  • Obligasi
  • Surat Berharga Komersial (Commercial Paper)
  • Surat pengakuan utang
  • Bukti utang

3) Efek konversi (Semi Ekuiti)

Efek konversi adalah efek yang sebenarnya efek utang, tetapi kemudian pada saat yang telah ditentukan dapat menukarkannya efek utang tersebut dengan efek penyertaan, baik pertukaran tersebut diwajibkan, atau ada pilihan dari pihak pemegang efek yang bersangkutan. Inilah yang disebut dengan "Obligasi konversi".

Related Posts:

Hukum Pasar Modal Modern: Sebuah Nuansa Yuridis Terkesan Canggih

Hukum pasar modal adalah sektor hukum yang cukup rumit dan canggih. Di abad globalisasi ini, terasa belum sah bagi siapa saja yang berkecimpung atau ingin berkecimpung di bidang hukum bisnis tanpa mengetahui seluk beluk yuridis tentang pasar modal.

Sebaliknya, bagi mereka yang sudah mengetahui serba serbi tentang pasar modal termasuk sektor legalnya, biasanya sudah dapat mengklaim dirinya sebagai seorang yang mengerti bisnis, mengerti apa arti globalisasi, dan mengerti hal-hal canggih lainnya.

Demikianlah fenomena yang ada sekarang dalam masyarakat kita, meskipun hal tersebut tidak sepenuhnya benar.

Tapi sebenarnya bahwa Go publiknya suatu perusahaan yang dibungkus dengan rapi oleh hukum pasar modal itu, kini sudah bukan lagi menjadi fenomena yang aneh dalam bisnis. Bahkan terkesan sekarang bahwa yang dapat go publik tersebut bukanlah hanya perusahaan pilihan saja, seperti yang didengung-dengungkan oleh banyak orang.

Sekarang ini, perusahaan yang sebenarnya biasa-biasa saja dapat melakukan go publik, asalkan perusahaan tersebut 'pinter' menjual diri (dalam artian pintar mempromosikan dirinya dalam dunia bisnis).

Karena fenomena yang demikianlah, sekiranya peranan sektor hukum semakin menjadi krusial, agar masyarakat, in casu pihak investor dapat selalu terlindungi terhadap hak-haknya itu.

Dengan go publiknya suatu perusahaan, maka sebenarnya perusahaan tersebut harus siap dengan berbagai konsekuensinya. Adapun mengenai beberapa konsekuensinya yaitu:
  1. Pemegang saham menjadi banyak jumlahnya.
  2. Tuntutan terhadap fairness dan Fair play semakin tinggi.
  3. Sering menjadi sorotan masyarakat.
  4. Turn over kepemilikan saham semakin tinggi.
  5. Adanya kewajiban membuka diri (disclosure).
  6. Pemisahan yang tegas antara pemilik dengan manajemen perusahaan.
  7. Tindakan manajemen seringkali menjadi perhatian publik.
  8. Fleksibilitas Manajemen menjadi berkurang.
  9. Pada saat go publik, ada konsekuensi biaya yang mesti dikeluarkan oleh perusahaan yang relatif besar.

Hal ini berbeda sekali dengan suatu perusahaan yang belum go publik, karena suatu perusahaan yang belum go publik di Indonesia pada umumnya memiliki ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut:
  1. Controlling interest berada pada satu tangan (di tangan pendiri).
  2. Tidak ada pemisahan yang tegas antara pemilik dan manajemen, sehingga tidak ada manajemen profesional.
  3. Ada hubungan afiliasi sehingga potensial timbul conflict of interest.
  4. Umumnya bersifat perusahaan keluarga.

Sebenarnya go publik dari suatu perusahaan hanya merupakan salah satu metode saja dari Direct Financing, di samping berbagai metode Direct Financing lainnya. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Direct Financing tersebut terdiri dari berbagai metode, yaitu: 

1) Direct Public Offering 

Para pihak emiten memasarkan langsung efek-efeknya kepada publik tanpa melalui perantara. Hal ini sangat jarang dilakukan dalam dunia bisnis, karena berbagai keterbatasan dari para pihak emiten sendiri. 

2) Full Scale Public Offering 

Pihak emiten dalam memasarkan efek yang diterbitkannya memerlukan pihak-pihak perantara dan pihak lainnya yang dapat membantu memasarkan efeknya. Inilah yang disebut dengan proses Go Publik dalam arti yang biasanya diartikan. 

3) Direct Private Placement

Dengan metode private placement ini, pihak emiten tidak menawarkan efeknya kepada publik, melainkan menawarkannya kepada pihak investor tertentu, terutama investor institusional, lembaga finansial atau perbankan secara langsung. 

4) Public Sealed Bidding 

Metode direct financing via Public Sealed Bidding ini memang jarang-jarang dipraktekkan, yang mana dalam hal ini pihak emiten menawarkan efeknya juga kepada publik dengan sistem bid-bid tertentu dengan memakai sealed (tertutup) secara kompetitif.

Salah satu variasi dari Public Sealed Bidding adalah yang dikenal dengan Dutch Auction, yang merupakan para pihak prospective underwriter melakukan bid untuk sebagian efek yang sebenarnya efek tersebut juga akan ditawarkan kepada publik nantinya. 

5) Commercial Lending

Ini adalah metode Direct Financing yang sangat tradisional, di mana para pihak commercial lender menyediakan pendanaan kepada pihak debiturnya lewat berbagai bentuk pendanaan, seperti loan, leasing, factoring, dan sebagainya.

Jika ADR untuk receipt diperdagangkan di USA, maka GDR (global depository receipts) untuk receipt yang diperdagangkan di pasar modal Eropa.

Contoh lainnya adalah receipts yang diperdagangkan di Singapura disebut dengan Singapore Depository Receipts (SDR), atau contoh lainnya lagi adalah Continental Depository Receipts (CDR) yang disebut juga dengan European Depository Receipts (EDR).

Related Posts: